Itik / bebek yang banyak dipelihara masyarakat Indonesia saat ini merupakan Itik / Bebek pendatang yang sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan alam Indonesia, maka disebut Itik / Bebek lokal Indonesia. Pada tahun 1998, populasi Itik / Bebek di Indonesia mengalami penurunan karena sebagian peternak tidak mampu membeli pakan ternak akibat krisis moneter akhir tahun 1997, namun meningkat kembali pada tahun 1999 sehingga pada tahun 2001 populasinya 29.905.705 ekor (Deptan, 2001).
Itik / Bebek lokal Indonesia pada umumnya dipelihara sebagai penghasil telur. Sumbangan telurnya menduduki urutan kedua setelah telur ayam ras (Deptan, 2001). Sampai saat ini pemanfaatannya masih terbatas pada pembuatan telur asin.
Sentra-sentra populasi Itik / Bebek di Indonesia terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Selatan dan Jawa Timur. Pada daerah tersebut terbentuk kelompok-kelompok tani yang melakukan pengembangan dan pembibitan.
Itik / Bebek lokal Indonesia disebut Indian Runner.Berdasarkan daya adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya, Itik / Bebek mempunyai ciri-ciri luar yang khas yang berbeda pada setiap daerah. Itik / Bebek Tegal (berkembang di Jawa Barat dan Jawa Tengah), bentuk badannya seperti botol, warna bulunya bervariasi dengan paruh dan kaki hitam. Itik / Bebek Magelang (di Magelang Jawa Tengah), pada bagian lehernya terdapat warna putih melingkar seperti kalung. Itik / Bebek Mojosari (di Mojokerto Jawa Tengah), warna bulu kemerahan dengan variasi coklat, hitam, putih, paruh dan kaki berwarna hitam. Itik / Bebek Bali (di Bali dan Lombok), warna bulunya lebih terang, umumnya memiliki jambul. Itik / Bebek Alabio, (dari Amuntai, Kalimantan Selatan), memiliki warna bulu relatif seragam, paruh dan kaki berwarna kuning.
Pada umumnya Itik / Bebek-Itik / Bebek tersebut sebagai penghasil telur dan sudah tidak mempunyai sifat mengeram. Tampaknya dari jenis-jenis Itik / Bebek di atas, Itik / Bebek Mojosari dan Alabio yang lebih unggul. Hal ini terbukti bahwa kedua jenis Itik / Bebek lokal tersebut pada saat ini dijadikan sebagai bahan Itik / Bebek unggul di Indonesia (Itik / Bebek MA).
Pada umumnya pemeliharaan Itik / Bebek dilakukan secara tradisional (ekstensif). Hal ini dilakukan oleh peternak yang Itik / Bebeknya belum terseleksi, terutama di daerah-daerah persawahan atau rawa-rawa. Seleksi dilakukan pada pemeliharaan Itik / Bebek secara semi-intensif atau intensif , dimaksudkan agar produksi telur minimal 60%. Adapun budidaya Itik / Bebek sendiri dapat dikelompokkan menjadi : (1) usaha pembesaran dari umur satu hari sampai 18/22 minggu; (2) usaha produksi telur, dari umur 18/22 minggu sampai diafkir; dan (3) usaha Itik / Bebek dari umur satu hari sampai diafkir.
Hasil budidaya ternak Itik / Bebek petelur terdiri atas hasil utama, sampingan dan limbah. Hasil utama berupa telur, hasil sampingan berupa Itik / Bebek afkir dan bulu dan limbah berupa feses. Produksi telur Itik / Bebek pada tahun 1998 dan 1999 mengalami penurunan masing-masing sebesar 13.6 dan 15.2%, sedangkan setelah tahun 1999 produksi telur Itik / Bebek terus meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 15% per tahun (Deptan , 2001) dengan kontribusi antara 18 – 33% dari total produksi telur.
Telur Itik / Bebek selain dapat dimanfaatkan dalam bentuk segar, juga dapat diolah menjadi martabak, telur gembung, kerupuk dan telur asin (yang paling popular). Itik / Bebek afkir dapat diolah menjadi gulai Itik / Bebek cabai hijau, bebek goreng, abon, baso, nugget atau olahan lainnya, sedangkan bulu dapat dijadikan bahan pengisi kasur, bantalan kursi, jaket, hiasan dinding, penjepit rambut atau kerajinan tangan lainnya. Feses dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang atau pakan ikan lele/belut.
Penggunaan telur Itik / Bebek sebagai bahan baku telur asin tidak dapat digantikan oleh telur unggas lain. Telur asin yang berkualitas baik adalah yang kuning telurnya masir (berminyak), tetapi putih telurnya tidak terlalu asin. Prospek dan peluang pasarnya masih terbuka luas, karena telur asin dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama daripada telur segar. Telur asin sebenarnya dapat menjadi komoditi ekspor jika telur tersebut bebas Salmonella, proses pembuatannya higienis dan hasilnya berkualitas baik (kuning telur masir tetapi putih telur tidak terlalu asin).
Sentra produksi telur asin sampai saat ini adalah kota Brebes, Jawa Tengah. Jumlah unit usahanya terus berkembang. Pada tahun 1997 terdapat 45 unit usaha, sedang pada tahun 2001 telah menjadi 57 unit usaha. Volume produksi telur asin tiap tahun mengalami kenaikan. Pada tahun 1997 berjumlah 11.410.400 butir dan pada tahun 2001 berjumlah 13.424.000. Omzetnya pada tahun 2002 mencapai lebih dari 12.7 miliar (Republika, 4 September 2002).
Untuk mendirikan usaha ternak Itik / Bebek, diwajibkan untuk memperoleh izin pendirian usaha yang diberikan oleh Gubernur KDH TK 1 untuk skala usaha 15.000-25.000 ekor, dan oleh Dirjen Peternakan untuk skala usaha di atas 25.000 ekor diberikan. Pada skala usaha < 25.000 ekor, tidak perlu mengurus perijinannnya (dianggap usaha rumah tangga).
Lokasi peternakan dianjurkan:
■cukup jauh dari suara gaduh;
■tidak terlalu dekat dengan pemukiman;
■sejuk, tidak terkena langsung sinar matahari atau angin kencang;
■dekat sumber air;
■dekat sumber pakan.
Sistem pemeliharaan Itik / Bebek yang ada di masyarakat saat ini adalah ektensif, semi-intensif dan intensif. Bangunan kandang Itik / Bebek tergantung pada sistem pemeliharaannya Pada pemeliharaan semi-intensif/intensif bangunan kandang harus membuat ternak dan peternaknya aman dan nyaman. Jarak kandang anak dengan yang dewasa sekitar 50 m, untuk ruang gerak Itik / Bebek dewasa membutuhkan 0.3-0.5 m2 per ekor, tinggi kandang minimal 2 m, lebar kandang maksimal 8 m, dinding kandang terbuat dari kawat/bilahan bambu, kandang cukup terang, alas mudah dibersihkan dan tanah sekeliling kandang drainasenya baik.
Pemeliharaan secara ekstensif ditandai dengan sebagian besar ternak mencari pakannya sendiri, produksi telurnya rendah (tergantung ketersediaan pakan), dan seleksi Itik / Bebek sulit. Pada pemeliharaan semi-intensif, sepenuhnya atau sebagian besar pakan disediakan peternak, dan pada pemeliharaan intensif pakan sepenuhnya disediakan peternak. Produksi telur dengan pemeliharaan semi-intensif/intensif lebih tinggi dan seleksi Itik / Bebek dapat dilakukan lebih mudah. Jumlah Itik / Bebek yang dipelihara pada sistem ini per kelompok sebaiknya terdiri atas 50-100 ekor.
Keberhasilan usaha ternak Itik / Bebek tergantung pada: bibit, pakan dan manajemen. Bibit Itik / Bebek yang unggul seperti ayam ras, saat ini belum ada Sampai saat ini, di Indonesia, usaha pembibitan ternak Itik / Bebek masih berupa usaha rakyat dengan skala usaha tergantung pada pesanan dan teknologi penetasan sederhana.
Pada usaha pembesaran, peternak dapat memperoleh DOD dari usaha penetasan atau usaha budidaya Itik / Bebek petelur (bibit) atau menetaskan sendiri dari telur induk yang dipelihara peternak yang bersangkutan. Pada usaha produksi telur Itik / Bebek, peternak dapat memperoleh Itik / Bebek dara yang berasal dari usaha pembesaran dan pada industri telur asin, telur segar dapat diperoleh dari usaha produksi telur. Oleh karena itu setiap tahap pemeliharaan harus selalu diseleksi. DOD harus dipilih yang berkualitas / berpenampilan fisik baik, dipelihara dengan baik dan bertelur pertama pada saat yang tepat. Selama periode produksi juga harus selalu dilakukan seleksi, karena berdasarkan pengalaman, dari sejumlah Itik / Bebek yang dipelihara, yang tingkat produksinya tinggi (di atas 70%) berkisar antara 30-50%. Seleksi dapat dilakukan melalui pengukuran jarak rentang tulang pubis. Bila Itik / Bebek dipelihara dengan tujuan menghasilkan telur tetas, maka diperlukan Itik / Bebek jantan dengan perbandingan satu pejantan untuk 6-10 ekor betina.
Bahan baku ternak Itik / Bebek dapat diperoleh dengan cara memesan terlebih dahulu dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran di muka atau cash and carry. Kondisi bahan baku pada setiap unit usaha tergantung pada tehnik budidaya dan penanganan telur di tingkat pembudidaya, rantai tata niaga dan di industri pembuatan telur asin. Berdasarkan informasi pada bulan Oktober 2002, harga DOD berkisar antara Rp. 3.000 – Rp. 5.000,- per ekor; harga Itik / Bebek dara antara Rp. 26.000 – Rp. 32. 000,- per ekor dan harga telur tik segar antara Rp. 600 – Rp. 750,- per butir.Pakan menjadi faktor yang sangat penting dalam usaha budidaya Itik / Bebek, karena dalam pemeliharaan secara intensif, biaya pakan dapat mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Murtidjo, 1999). Kandungan nutrisi dan jumlah pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan. Saat ini pabrik pembuat pakan khusus untuk Itik / Bebek masih jarang, sehingga umumnya peternak meramu sendiri yang terdiri atas pakan konsentrat buatan pabrik yang dicampur dengan bahan baku pakan lokal yang tersedia di daerah masing-masing (menir, dedak, jagung, keong mas, rucah dll).
Pola produksi telur Itik / Bebek pada umumnya sebagai berikut: mulai bertelur pada umur 5-6 bulan, bertelur (fase pertama) selama sekitar 6 bulan, lalu rontok bulu (istirahat bertelur) sekitar 2 bulan dan bertelur kembali untuk fase kedua sekitar 5 bulan. Oleh karena itu jumlah Itik / Bebek yang akan dipelihara per siklus dan jadwal pemasukan Itik / Bebek dara harus direncanakan dengan baik sehingga produksi telur Itik / Bebek berkesinambungan sesuai dengan permintaan konsumen. Kepadatan kandang, suhu lingkungan, jumlah tempat pakan, jumlah tempat air minum, kualitas dan kuantitas pakan harus disediakan sesuai dengan kebutuhan (umur ternak). Pencegahan terhadap penyakit harus dilakukan secara teratur. Untuk menjamin keamanan konsumen, penanganan telur dan proses produksi telur asin harus dilakukan dengan baik dan higienis.
Indonesia adalah negara ketiga penghasil produk Itik / Bebek setelah Cina dan Vietnam (WHO, 1999). Negara lainnya adalah Thailand, Bangladesh, Malaysia, Filipina dan alinnya. Sampai saat ini ekspor Itik / Bebek lokal atau telur asin masih belum ada, karena keragamannya masih tinggi dan kualitasnya masih belum memenuhi syarat ekspor. Pada umumnya peternak memasarkan hasil usahanya langsung ke konsumen atau ke pedagang pengumpul, yang kemudian akan disebarkan ke pedagang pengecer baru ke konsumen.
Seringkali harga telur ayam ras atau DOC ayam ras berfluktuasi tak menentu. Hal tersebut jarang bahkan dapat dinyatakan tidak terjadi pada produk-produk ternak local seperti pada ayam kampung dan Itik / Bebek. Harga telur Itik / Bebek maupun DOD dari tahun ke tahun meningkat.
Tingkat resiko beternak Itik / Bebek secara komersial tergantung pada manajemen yang dilakukan. Beberapa persyaratan aspek teknis produksi yang perlu dipenuhi:
1.Bibit : Bibit yang digunakan adalah hasil seleksi, yang dipelihara unggul dengan tingkat produksi minimal 70% pada siklus pertama (6 bulan) dan minimal 60% pada siklus kedua (5 bulan) dengan masa istirahat (rontok bulu) dua bulan.
2.Pakan : mengingat biaya pakan mencapai 70% dari total biaya produksi, kandungan nutrisi pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan dan tidak banyak yang tercecer.
3.Kepadatan Kandang dan Peralatannya : Itik / Bebek sebaiknya dipelihara sekitar 3 ekor per meter persegi dan dalam satu kelompok disarankan berkisar antara 50-100 ekor dewasa. Tempat pakan yang disediakan harus menjamin semua Itik / Bebek dapat makan bersama-sama sehingga keragaman pertumbuhan dan produksi telur rendah.
4.Pencegahan Penyakit : Itik / Bebek yang dipelihara harus sehat, agar pertumbuhan dan tingkat produksinya maksimal.
5.Mortalitas : Tingkat kematian dari umur sehari sampai diafkir maksimal 5%.
6.Tenaga Kerja : Penggunaan tenaga kerja juga harus dibatasi agar ekonomis. Untuk pemeliharaan sebanyak 1000 ekor, penggunaan tenaga kerja maksimal adalah dua orang.
7.Penanganan Telur : Penanganan produksi telur baik telur juga harus efisien, hati-hati dalam pengambilan, penyimpanan dan pengiriman dengan tingkat kerusakan maksimal 5%.
■Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan pengetahuan peternak mengenai teknologi budidaya, serta pengetahuan dan keterampilan tentang penanganan pasca panen. Dengan demikian dapat meningkatkan nilai tambah dari Itik / Bebek tersebut.
Sumber: Indomaris Multifarm Sejahtera
Gambar diambil dari infoternak.com |
Itik / Bebek lokal Indonesia pada umumnya dipelihara sebagai penghasil telur. Sumbangan telurnya menduduki urutan kedua setelah telur ayam ras (Deptan, 2001). Sampai saat ini pemanfaatannya masih terbatas pada pembuatan telur asin.
Sentra-sentra populasi Itik / Bebek di Indonesia terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Selatan dan Jawa Timur. Pada daerah tersebut terbentuk kelompok-kelompok tani yang melakukan pengembangan dan pembibitan.
Itik / Bebek lokal Indonesia disebut Indian Runner.Berdasarkan daya adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya, Itik / Bebek mempunyai ciri-ciri luar yang khas yang berbeda pada setiap daerah. Itik / Bebek Tegal (berkembang di Jawa Barat dan Jawa Tengah), bentuk badannya seperti botol, warna bulunya bervariasi dengan paruh dan kaki hitam. Itik / Bebek Magelang (di Magelang Jawa Tengah), pada bagian lehernya terdapat warna putih melingkar seperti kalung. Itik / Bebek Mojosari (di Mojokerto Jawa Tengah), warna bulu kemerahan dengan variasi coklat, hitam, putih, paruh dan kaki berwarna hitam. Itik / Bebek Bali (di Bali dan Lombok), warna bulunya lebih terang, umumnya memiliki jambul. Itik / Bebek Alabio, (dari Amuntai, Kalimantan Selatan), memiliki warna bulu relatif seragam, paruh dan kaki berwarna kuning.
Pada umumnya Itik / Bebek-Itik / Bebek tersebut sebagai penghasil telur dan sudah tidak mempunyai sifat mengeram. Tampaknya dari jenis-jenis Itik / Bebek di atas, Itik / Bebek Mojosari dan Alabio yang lebih unggul. Hal ini terbukti bahwa kedua jenis Itik / Bebek lokal tersebut pada saat ini dijadikan sebagai bahan Itik / Bebek unggul di Indonesia (Itik / Bebek MA).
Pada umumnya pemeliharaan Itik / Bebek dilakukan secara tradisional (ekstensif). Hal ini dilakukan oleh peternak yang Itik / Bebeknya belum terseleksi, terutama di daerah-daerah persawahan atau rawa-rawa. Seleksi dilakukan pada pemeliharaan Itik / Bebek secara semi-intensif atau intensif , dimaksudkan agar produksi telur minimal 60%. Adapun budidaya Itik / Bebek sendiri dapat dikelompokkan menjadi : (1) usaha pembesaran dari umur satu hari sampai 18/22 minggu; (2) usaha produksi telur, dari umur 18/22 minggu sampai diafkir; dan (3) usaha Itik / Bebek dari umur satu hari sampai diafkir.
Hasil budidaya ternak Itik / Bebek petelur terdiri atas hasil utama, sampingan dan limbah. Hasil utama berupa telur, hasil sampingan berupa Itik / Bebek afkir dan bulu dan limbah berupa feses. Produksi telur Itik / Bebek pada tahun 1998 dan 1999 mengalami penurunan masing-masing sebesar 13.6 dan 15.2%, sedangkan setelah tahun 1999 produksi telur Itik / Bebek terus meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 15% per tahun (Deptan , 2001) dengan kontribusi antara 18 – 33% dari total produksi telur.
Telur Itik / Bebek selain dapat dimanfaatkan dalam bentuk segar, juga dapat diolah menjadi martabak, telur gembung, kerupuk dan telur asin (yang paling popular). Itik / Bebek afkir dapat diolah menjadi gulai Itik / Bebek cabai hijau, bebek goreng, abon, baso, nugget atau olahan lainnya, sedangkan bulu dapat dijadikan bahan pengisi kasur, bantalan kursi, jaket, hiasan dinding, penjepit rambut atau kerajinan tangan lainnya. Feses dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang atau pakan ikan lele/belut.
Penggunaan telur Itik / Bebek sebagai bahan baku telur asin tidak dapat digantikan oleh telur unggas lain. Telur asin yang berkualitas baik adalah yang kuning telurnya masir (berminyak), tetapi putih telurnya tidak terlalu asin. Prospek dan peluang pasarnya masih terbuka luas, karena telur asin dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama daripada telur segar. Telur asin sebenarnya dapat menjadi komoditi ekspor jika telur tersebut bebas Salmonella, proses pembuatannya higienis dan hasilnya berkualitas baik (kuning telur masir tetapi putih telur tidak terlalu asin).
Sentra produksi telur asin sampai saat ini adalah kota Brebes, Jawa Tengah. Jumlah unit usahanya terus berkembang. Pada tahun 1997 terdapat 45 unit usaha, sedang pada tahun 2001 telah menjadi 57 unit usaha. Volume produksi telur asin tiap tahun mengalami kenaikan. Pada tahun 1997 berjumlah 11.410.400 butir dan pada tahun 2001 berjumlah 13.424.000. Omzetnya pada tahun 2002 mencapai lebih dari 12.7 miliar (Republika, 4 September 2002).
Untuk mendirikan usaha ternak Itik / Bebek, diwajibkan untuk memperoleh izin pendirian usaha yang diberikan oleh Gubernur KDH TK 1 untuk skala usaha 15.000-25.000 ekor, dan oleh Dirjen Peternakan untuk skala usaha di atas 25.000 ekor diberikan. Pada skala usaha < 25.000 ekor, tidak perlu mengurus perijinannnya (dianggap usaha rumah tangga).
Lokasi peternakan dianjurkan:
■cukup jauh dari suara gaduh;
■tidak terlalu dekat dengan pemukiman;
■sejuk, tidak terkena langsung sinar matahari atau angin kencang;
■dekat sumber air;
■dekat sumber pakan.
Sistem pemeliharaan Itik / Bebek yang ada di masyarakat saat ini adalah ektensif, semi-intensif dan intensif. Bangunan kandang Itik / Bebek tergantung pada sistem pemeliharaannya Pada pemeliharaan semi-intensif/intensif bangunan kandang harus membuat ternak dan peternaknya aman dan nyaman. Jarak kandang anak dengan yang dewasa sekitar 50 m, untuk ruang gerak Itik / Bebek dewasa membutuhkan 0.3-0.5 m2 per ekor, tinggi kandang minimal 2 m, lebar kandang maksimal 8 m, dinding kandang terbuat dari kawat/bilahan bambu, kandang cukup terang, alas mudah dibersihkan dan tanah sekeliling kandang drainasenya baik.
Pemeliharaan secara ekstensif ditandai dengan sebagian besar ternak mencari pakannya sendiri, produksi telurnya rendah (tergantung ketersediaan pakan), dan seleksi Itik / Bebek sulit. Pada pemeliharaan semi-intensif, sepenuhnya atau sebagian besar pakan disediakan peternak, dan pada pemeliharaan intensif pakan sepenuhnya disediakan peternak. Produksi telur dengan pemeliharaan semi-intensif/intensif lebih tinggi dan seleksi Itik / Bebek dapat dilakukan lebih mudah. Jumlah Itik / Bebek yang dipelihara pada sistem ini per kelompok sebaiknya terdiri atas 50-100 ekor.
Keberhasilan usaha ternak Itik / Bebek tergantung pada: bibit, pakan dan manajemen. Bibit Itik / Bebek yang unggul seperti ayam ras, saat ini belum ada Sampai saat ini, di Indonesia, usaha pembibitan ternak Itik / Bebek masih berupa usaha rakyat dengan skala usaha tergantung pada pesanan dan teknologi penetasan sederhana.
Pada usaha pembesaran, peternak dapat memperoleh DOD dari usaha penetasan atau usaha budidaya Itik / Bebek petelur (bibit) atau menetaskan sendiri dari telur induk yang dipelihara peternak yang bersangkutan. Pada usaha produksi telur Itik / Bebek, peternak dapat memperoleh Itik / Bebek dara yang berasal dari usaha pembesaran dan pada industri telur asin, telur segar dapat diperoleh dari usaha produksi telur. Oleh karena itu setiap tahap pemeliharaan harus selalu diseleksi. DOD harus dipilih yang berkualitas / berpenampilan fisik baik, dipelihara dengan baik dan bertelur pertama pada saat yang tepat. Selama periode produksi juga harus selalu dilakukan seleksi, karena berdasarkan pengalaman, dari sejumlah Itik / Bebek yang dipelihara, yang tingkat produksinya tinggi (di atas 70%) berkisar antara 30-50%. Seleksi dapat dilakukan melalui pengukuran jarak rentang tulang pubis. Bila Itik / Bebek dipelihara dengan tujuan menghasilkan telur tetas, maka diperlukan Itik / Bebek jantan dengan perbandingan satu pejantan untuk 6-10 ekor betina.
Bahan baku ternak Itik / Bebek dapat diperoleh dengan cara memesan terlebih dahulu dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran di muka atau cash and carry. Kondisi bahan baku pada setiap unit usaha tergantung pada tehnik budidaya dan penanganan telur di tingkat pembudidaya, rantai tata niaga dan di industri pembuatan telur asin. Berdasarkan informasi pada bulan Oktober 2002, harga DOD berkisar antara Rp. 3.000 – Rp. 5.000,- per ekor; harga Itik / Bebek dara antara Rp. 26.000 – Rp. 32. 000,- per ekor dan harga telur tik segar antara Rp. 600 – Rp. 750,- per butir.Pakan menjadi faktor yang sangat penting dalam usaha budidaya Itik / Bebek, karena dalam pemeliharaan secara intensif, biaya pakan dapat mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Murtidjo, 1999). Kandungan nutrisi dan jumlah pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan. Saat ini pabrik pembuat pakan khusus untuk Itik / Bebek masih jarang, sehingga umumnya peternak meramu sendiri yang terdiri atas pakan konsentrat buatan pabrik yang dicampur dengan bahan baku pakan lokal yang tersedia di daerah masing-masing (menir, dedak, jagung, keong mas, rucah dll).
Pola produksi telur Itik / Bebek pada umumnya sebagai berikut: mulai bertelur pada umur 5-6 bulan, bertelur (fase pertama) selama sekitar 6 bulan, lalu rontok bulu (istirahat bertelur) sekitar 2 bulan dan bertelur kembali untuk fase kedua sekitar 5 bulan. Oleh karena itu jumlah Itik / Bebek yang akan dipelihara per siklus dan jadwal pemasukan Itik / Bebek dara harus direncanakan dengan baik sehingga produksi telur Itik / Bebek berkesinambungan sesuai dengan permintaan konsumen. Kepadatan kandang, suhu lingkungan, jumlah tempat pakan, jumlah tempat air minum, kualitas dan kuantitas pakan harus disediakan sesuai dengan kebutuhan (umur ternak). Pencegahan terhadap penyakit harus dilakukan secara teratur. Untuk menjamin keamanan konsumen, penanganan telur dan proses produksi telur asin harus dilakukan dengan baik dan higienis.
Indonesia adalah negara ketiga penghasil produk Itik / Bebek setelah Cina dan Vietnam (WHO, 1999). Negara lainnya adalah Thailand, Bangladesh, Malaysia, Filipina dan alinnya. Sampai saat ini ekspor Itik / Bebek lokal atau telur asin masih belum ada, karena keragamannya masih tinggi dan kualitasnya masih belum memenuhi syarat ekspor. Pada umumnya peternak memasarkan hasil usahanya langsung ke konsumen atau ke pedagang pengumpul, yang kemudian akan disebarkan ke pedagang pengecer baru ke konsumen.
Seringkali harga telur ayam ras atau DOC ayam ras berfluktuasi tak menentu. Hal tersebut jarang bahkan dapat dinyatakan tidak terjadi pada produk-produk ternak local seperti pada ayam kampung dan Itik / Bebek. Harga telur Itik / Bebek maupun DOD dari tahun ke tahun meningkat.
Tingkat resiko beternak Itik / Bebek secara komersial tergantung pada manajemen yang dilakukan. Beberapa persyaratan aspek teknis produksi yang perlu dipenuhi:
1.Bibit : Bibit yang digunakan adalah hasil seleksi, yang dipelihara unggul dengan tingkat produksi minimal 70% pada siklus pertama (6 bulan) dan minimal 60% pada siklus kedua (5 bulan) dengan masa istirahat (rontok bulu) dua bulan.
2.Pakan : mengingat biaya pakan mencapai 70% dari total biaya produksi, kandungan nutrisi pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan dan tidak banyak yang tercecer.
3.Kepadatan Kandang dan Peralatannya : Itik / Bebek sebaiknya dipelihara sekitar 3 ekor per meter persegi dan dalam satu kelompok disarankan berkisar antara 50-100 ekor dewasa. Tempat pakan yang disediakan harus menjamin semua Itik / Bebek dapat makan bersama-sama sehingga keragaman pertumbuhan dan produksi telur rendah.
4.Pencegahan Penyakit : Itik / Bebek yang dipelihara harus sehat, agar pertumbuhan dan tingkat produksinya maksimal.
5.Mortalitas : Tingkat kematian dari umur sehari sampai diafkir maksimal 5%.
6.Tenaga Kerja : Penggunaan tenaga kerja juga harus dibatasi agar ekonomis. Untuk pemeliharaan sebanyak 1000 ekor, penggunaan tenaga kerja maksimal adalah dua orang.
7.Penanganan Telur : Penanganan produksi telur baik telur juga harus efisien, hati-hati dalam pengambilan, penyimpanan dan pengiriman dengan tingkat kerusakan maksimal 5%.
■Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan pengetahuan peternak mengenai teknologi budidaya, serta pengetahuan dan keterampilan tentang penanganan pasca panen. Dengan demikian dapat meningkatkan nilai tambah dari Itik / Bebek tersebut.
Sumber: Indomaris Multifarm Sejahtera
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !