DO’A UNTUK BAYI YANG BARU LAHIR
Innii u’iidzuka bikalimaatillaahit taammati min kulli syaythaanin wa haammatin wamin kulli ‘aynin laammatin
Artinya : Aku berlindung untuk anak ini dengan kalimat Allah Yang Sempurna dari segala gangguan syaitan dan gangguan binatang serta gangguan sorotan mata yang dapat membawa akibat buruk bagi apa yang dilihatnya. (HR. Bukhari)
Beberapa Hal yang Harus Dilakukan oleh Orang tua Setelah Kelahiran Anaknya
1. Menyuarakan adzan di telinga kanan dan qomat di telinga kiri bayi. Hal ini berdasarkan atas sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dari Abu Rafi’: Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Menyuarakan adzan pada telinga Al-Hasan bin ‘Ali ketika Fatimah melahirkannya.
2. Melakukan tahniq, yaitu menggosok langit-langit (mulut bagian atas) dengan kurma yang sudah dilembutkan.
Caranya ialah dengan menaruh sebagian kurma yang telah dikunyah pada jari, dan memasukkan jari itu ke dalam mulut bayi, kemudian menggerak-gerakkannya ke kiri dan ke kanan dengan gerakan yang lembut hingga merata di sekeliling langit-langit bayi. Jika kurma sulit di dapat, tahniq ini dapat dilakukan dengan bahan yang manis lainnya, seperti madu atau saripati gula, sebagai pelaksanaan sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Di dalam Shahihain, terdapat hadits dari Abu Burdah, dari Abu Musa r.a., ia berkata:
Aku telah dikaruniai seorang anak, kemudian aku membawanya kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam lalu beliau menamakannya Ibrahim, menggosok-gosok langit-langit mulutnya dengan sebuah kurma dan mendo’akannya dengan keberkahan. Setelah itu beliau menyerahkannya kepadaku.
Hikmah dari tahniq ini ialah untuk menguatkan syaraf-syaraf mulut dan gerakan lisan beserta tenggorokan dan dua tulang rahang bawah dengan jilatan, sehingga anak siap untuk menghisap air susu ibunya dengan kuat dan alami. Lebih utama kalau tahniq ini dilakukan oleh ulama/orang yang shalih sebagai penghormatan dan pengharapan agar si bayi menjadi orang yang shalih pula.
Hukum Melaksanakan Aqiqah
Aqiqah/Akikah dalam istilah agama adalah sembelihan untuk anak yang baru lahir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dengan niat dan syarat-syarat tertentu. Oleh sebagian ulama ia disebut dengan nasikah atau dzabihah (sembelihan).
Hukum aqiqah itu sendiri menurut Imam Syafi’i dan Imam Hambali adalah sunnah muakkadah. Dasar yang dipakai oleh Imam Syafi’i dan Imam Hambali dengan mengatakannya sebagai sesuatu yang sunnah muakkadah adalah hadist Nabi SAW. Yang berbunyi,
“Anak tergadai dengan aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya)”. (HR al-Tirmidzi, Hasan Shahih)
Makna Aqiqah
Kata Aqiqah berasal dari kata Al-Aqqu yang berarti memotong (Al-Qoth’u). Al-Ashmu’i berpendapat: Aqiqah asalnya adalah rambut di kepala anak yang baru lahir. Kambing yang dipotong disebut aqiqah karena rambut anak tersebut dipotong ketika kambing itu disembelih.
Dalam pelaksanaan aqiqah disunahkan untuk memotong dua ekor kambing yang seimbang untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan.
Dari Ummi Kurz Al-Kabiyyah Ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Bagi anak laki-laki dua ekor kambing yang sama, sedangkan bagi anak perempuan satu ekor kambing”. (HR. Tirmidzy dan Ahmad)
Pelaksanaan aqiqah menurut kesepakatan para ulama adalah hari ketujuh dari kelahiran. Hal ini berdasarkan hadits Samirah di mana Nabi SAW bersabda, “Seorang anak terikat dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan aqiqah pada hari ketujuh dan diberi nama”. (HR. al-Tirmidzi).
Namun demikian, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh, ia bisa dilaksanakan kapan saja ia mampu. Imam Malik berkata : Pada dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7 (tujuh) atas dasar anjuran, maka sekiranya menyembelih pada hari ke 4 (empat) ke 8 (delapan), ke 10 (sepuluh) atau setelahnya Aqiqah itu telah cukup. Karena prinsip ajaran Islam adalah memudahkan bukan menyulitkan sebagaimana firman Allah SWT : “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS.Al Baqarah:185)
Dianjurkan agar dagingnya diberikan dalam kondisi sudah dimasak. Hadits Aisyah ra., “Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi)
Daging aqiqah diberikan kepada tetangga dan fakir miskin juga bisa diberikan kepada orang non-muslim. Apalagi jika hal itu dimaksudkan untuk menarik simpatinya dan dalam rangka dakwah. Dalilnya adalah firman Allah, “Mereka memberi makan orang miskin, anak yatim, dan tawanan, dengan perasaan senang”. (QS. Al-Insan : 8). Menurut Ibn Qudâmah, tawanan pada saat itu adalah orang-orang kafir. Namun demikian, keluarga juga boleh memakan.
Siapakah yang layak menerima daging sembelihan aqiqah ?
Mereka yang paling layak menerima sedekah adalah orang fakir dan miskin dari kalangan umat Islam, begitu juga dengan aqiqah, mereka yang paling layak menerima adalah orang miskin dikalangan umat Islam. Walau bagaimanapun berdasarkan beberapa buah hadis dan amalan Rasulullah dan sahabat kita disunahkan juga memakan sebagian daripada daging tersebut, bersedekah sebagian dan menghadiahkan sebagian lagi. Wallahu a’lam bish-shawab.
Bayi laki-laki disunahkan untuk disembelihkan dua ekor kambing dan bayi wanita cukup satu ekor kambing saja. Dari Ammi Karz Al-Ka’biyah berkata bahwa saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Untuk bayi laki-laki disembelihkan dua ekor kambing yang setara dan buat bayi wanita satu ekor kambing”.
Namun bila tidak memungkinkan, maka boleh saja satu ekor untuk bayi laki-laki, karena Rasulullah SAW pun hanya menyembelih satu ekor untuk cucunya Hasan dan Husein.
“Adalah Rasulullah SAW menyembelih hewan aqiqah untuk Hasan dan Husein masing-masing satu ekor kambing”. (HR Ashabus Sunan)
Aqiqah haruskah hewan jantan?
Baik dalam aqiqah maupun udhiyah (kurban) tidak ada persyaratan bahwa hewannya harus jantan atau betina. Keduanya bisa dijadikan sebagai hewan aqiqah atau kurban. Akan tetapi yang lebih diutamakan adalah hewan jantan agar kelangsungan reproduksi hewan tersebut tetap terjaga. Wallahu a’lam bish-shawab.
Hukum Aqiqah Dilaksanakan Dilain Negara/Kota
Tidak ada batasan yang mengharuskan agar pelaksanaan aqiqah dilakukan di negeri/kota/kampung tempat kelahiran anak. Karena itu, Anda bisa melakukan di mana saja sesuai dengan kemaslahatan yang ada.
Hal ini seperti dikemukakan pandangan dari Sayid Al-Bakri dalam kitabnya I'anatut Tolibin, beliau menyatakan bahwa sah dan boleh mewakilkan pada pembelian korban dan aqiqah dan boleh pula diwakilkan untuk menyembelihnya walaupun Shohibul Hajat berada di lain negara. Wallahu a’lam bish-shawab.
Hal ini seperti dikemukakan pandangan dari Sayid Al-Bakri dalam kitabnya I'anatut Tolibin, beliau menyatakan bahwa sah dan boleh mewakilkan pada pembelian korban dan aqiqah dan boleh pula diwakilkan untuk menyembelihnya walaupun Shohibul Hajat berada di lain negara. Wallahu a’lam bish-shawab.
Hukum memakan daging aqiqah
Daging selain disedekahkan juga bisa dimakan oleh keluarga yang melakukan aqiqah. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah ra., “Sunahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi). Wallahu a’lam bish-shawab.
Hukum Aqiqah Setelah Dewasa/Berkeluarga
Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran. Jika tidak bisa, maka bisa dilakukan kapan saja ia mampu. Selain itu, pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah.
Namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia belum diaqiqahi, ia bisa melakukan aqiqah sendiri di saat dewasa. Satu ketika al-Maimuni bertanya kepada Imam Ahmad, “ada orang yang belum diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?” Imam Ahmad menjawab, “Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik melakukannya sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh”.
Para pengikut Imam Syafi’i juga berpendapat demikian. Menurut mereka, anak-anak yang sudah dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya, dianjurkan baginya untuk melakukan aqiqah sendiri.
Hewan Untuk Aqiqah
Masalah kambing yang layak untuk dijadian sembelihan aqiqah adalah kambing yang sehat, baik, tidak ada cacatnya. Semakin besar dan gemuk tentu semakin baik. Sedangkan masalah harus menyentuhkan anak kepada kambing yang akan disembelih untuk aqiqahnya, jelas tidak ada dasarnya. Barangkali hanya sebuah kebiasaan saja.
Pemberian Nama Anak
Tidak diragukan lagi bahwa ada kaitan antara arti sebuah nama dengan yang diberi nama. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya sejumlah nash syar’i yang menyatakan hal tersebut.
Dari Abu Hurairoh Ra, Nabi SAW bersabda: “Kemudian Aslam semoga Allah menyelamatkannya dan Ghifar semoga Allah mengampuninya”. (HR. Bukhori 3323, 3324 dan Muslim 617)
Ibnu Al-Qoyyim berkata: “Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia akan mendapatkan bahwa makna-makna yang terkandung dalam nama berkaitan dengannya sehingga seolah-olah makna-makna tersebut diambil darinya dan seolah-olah nama-nama tersebut diambil dari makna-maknanya”. Dan jika anda ingin mengetahui pengaruh nama-nama terhadap yang diberi nama (Al-musamma) maka perhatikanlah hadits di bawah ini:
Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari kakeknya Ra, ia berkata: Aku datang kepada Nabi SAW, beliau pun bertanya: “Siapa namamu?” Aku jawab: “Hazin” Nabi berkata: “Namamu Sahl” Hazn berkata: “Aku tidak akan merobah nama pemberian bapakku” Ibnu Al-Musayyib berkata: “Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami setelahnya”. (HR. Bukhori) (At-Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al-’Isawiy hal 65)
Oleh karena itu, pemberian nama yang baik untuk anak-anak menjadi salah satu kewajiban orang tua. Di antara nama-nama yang baik yang layak diberikan adalah nama nabi penghulu jaman yaitu Muhammad. Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari Nabi SAW beliau bersabda: “Namailah dengan namaku dan janganlah engkau menggunakan kunyahku”. (HR. Bukhori 2014 dan Muslim 2133)
Anak hendaknya diberi nama yang baik sesuai dengan sabda Rasulullah, memberikan nama yang baik diharapkan akan mempengaruhi kepada yang punya nama.
“Sesungguhnya kamu akan dipanggil nanti di hari kiamat dengan namamu dan bapakmu, sebab itu baguskanlah namamu” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Mencukur Rambut
Mencukur rambut adalah anjuran Nabi yang sangat baik untuk dilaksanakan ketika anak yang baru lahir pada hari ketujuh.
Dalam hadits Samirah disebutkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Setiap anak terikat dengan aqiqahnya. Pada hari ketujuh disembelihkan hewan untuknya, diberi nama, dan dicukur”. (HR. at-Tirmidzi).
Dalam kitab al-Muwaththâ` Imam Malik meriwayatkan bahwa Fatimah menimbang berat rambut Hasan dan Husein lalu beliau menyedekahkan perak seberat rambut tersebut.
Tidak ada ketentuan apakah harus digundul atau tidak. Tetapi yang jelas pencukuran tersebut harus dilakukan dengan rata; tidak boleh hanya mencukur sebagian kepala dan sebagian yang lain dibiarkan. Tentu saja semakin banyak rambut yang dicukur dan ditimbang semakin -insya Allah- semakin besar pula sedekahnya.
Doa Menyembelih Hewan Aqiqah
Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati muhammadin.
Artinya : Dengan nama Allah, ya Allah terimalah (kurban) dari Muhammad dan keluarga Muhammad serta dari ummat Muhammad.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !